Hubungan Megawati dan SBY yang Selalu PanasĀ
Foto SBY dan Megawati
JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Panasnya hubungan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2019 tampaknya bakal terulang di Pemilu 2024.Salah satu pemicunya adalah penggalan pidato SBY di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) tersebar di media sosial. Dalam pidato itu, SBY menyatakan akan turun gunung karena mendapatkan informasi akan adanya kecurangan pada Pemilu 2024. Tidak hanya itu, SBY bahkan curiga ada pihak yang merancang pertarungan Pemilu 2024 hanya dua calon.Meski SBY tidak menyebut nama, namun pidatonya membuat PDI Perjuangan naik darah. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, jangan ada pihak yang saling tuding jika calon internal mereka tidak dapat bersaing.
"Kalau seseorang tidak dapat dukungan partai politik jangan sampai dikatakan dijegal," kata Hasto saat jumpa pers, Minggu (18/9).Menurut Hasto, apa yang disampaikan SBY dalam pidatonya hanya menunjukan kekhawatiran jika hanya ada dua pasang calon maka putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak bisa masuk bursa pasangan calon presiden-wakil presiden 2024.''Apa yang dikatakan itu sebuah kekhawatiran beliau. sehingga Pak AHY tidak bisa masuk sehingga itu dikatakan itu instrumen penjegalan. Itu harus diluruskan," ujar Hasto. Hasto memastikan, PDI Perjuangan tidak pernah berniat menjegal siapa pun dalam kontestasi Pemilu 2024. Dia meyakini, jegal menjegal mereka yang ingin maju untuk dipilih rakyat adalah cara yang keliru dalam berdemokrasi.
"Terkait dengan Pilpres 2024 karena ini momentum sangat penting dan strategis, PDIP tegas jangan jegal calon dengan cara cara yang tidak benar," katanya.Hasto mengungkit konstelasi Pemilu 2019. Kala itu, Demokrat ingin bergabung dengan koalisi petahana Jokowi bersama PDIP.Hasto mengatakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pada saat itu dengan tegas menyatakan tidak keberatan jika Demokrat bergabung dalam koalisi tersebut. Meskipun, publik mengetahui hubungan Megawati dan Ketua Dewan Pembina Demokrat SBY, tidak berjalan mulus.
"Kalau saya melihat ini sedikit cerita 2019 lalu, saat itu ketika Demokrat mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi, dilakukan banyak diskusi. Saya mendengar dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Ibu Mega tidak keberatan. Karena 2014 dengan 2019 berbeda," jata Hasto, dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (18/9).''2014 Pak Jokowi belum jadi presiden dan 2019 Pak Jokowi sudah jadi presiden. Sehingga dalam menetapkan capres menjadi kewenangan penuh dari Pak Jokowi. Nah saat itu Ibu Mega sudah mengatakan tidak keberatan kalau Demokrat mau bergabung, selama itu keputusan dari Pak Jokowi," sambungnya.
Namun, setelah diskusi tersebut final, tiba-tiba Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pidato dan menyebut bahwa ada upaya penjegalan Demokrat bergabung dalam koalisi Jokowi. Karena ada salah satu ketua umum partai yang tidak setuju.''Lalu saya sampaikan itu ada jejak rekamnya, saya sampaikan ke saudara Pak SBY, Pak Agus teman saya di Komisi VI DPR dulu. Dan Pak Agus saya sampaikan sikap PDIP tersebut monggo, Agus Hermanto sekiranya mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi lalu dilakukan lobi-lobi," ujarnya.
"Pak SBY melakukan lobi ke Gerindra melakukan lobi ke tempat Pak Jokowi dan kemudian tidak mengambil keputusan dan kemudian Pak SBY berpidato. Bahwa di dalam kerja sama itu tidak bisa bergabung, karena ada salah satu ketum partai yang keberatan," tambahnya. Atas sikap Demokrat tersebut, Hasto yang pada saat itu mengetahui bagaimana kronologi kerja sama dalam pembentukan koalisi Jokowi di 2019 langsung membantah tudingan itu. Sebab, dia memiliki bukti kuat bahwa perihal ketidak beratan Megawati jika Demokrat bergabung.
"Saya langsung menyampaikan pada Pak Agus Hermanto yang notabene masih saudara Pak SBY mengingat di Demokrat masih banyak persaudaraan di dalam elit partainya, sudah saya sampaikan ke Pak Agus boleh saya cek itu. Ketika datang ke DPP. Tapi Pak SBY sendiri yang justru membatalkan secara sepihak," tegas Hasto.
Kendati demikian, Hasto mengungkapkan, Demokrat kemudian berubah pikiran dan kembali menawarkan diri untuk bergabung dalam koalisi. Akan tetapi, karena merasa porsi koalisi sudah cukup menstabilkan pemerintahan kelak, dan merasa Demokrat tidak teguh pada pendiriannya, akhirnya penawaran gabung tersebut ditolak.''Baru pada malam hari jelang pendaftaran sekitar jam 8 malam, kami dapat info kalau Demokrat mau bergabung. Saya rapatkan dengan Sekjen ini sebelumnya Demokrat ingin gabung, kemudian menyatakan tidak.
Hasto melanjutkan, pada malam hari jelang pendaftaran Demokrat memutuskan mau bergabung. "Saya tanyakan bagaimana? Ternyata semua tidak sependapat. Karena koalisinya cukup menjamin stabilitas pemerintahan. Sehingga tidak jadi," ucapnya.
"Ada Golkar, ada PPP, akhirnya penawaran terakhir kita tolak. Sehingga penawaran tidak gabungnya Demokrat itu tidak ada penjegalan, tapi karena strategi yang salah," imbuh Hasto. Berikut penggalan pidato SBY yang viral di media sosial
"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang. Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti hanya diinginkan oleh mereka hanya dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri. Bersama koalisi tentunya. Jahat bukan, menginjak- injak hak rakyat bukan.Pikiran seperti itu batil, itu bukan hak mereka, Pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan dipilih, yang berdaulat juga rakyat. Dan, ingat selama 10 tahun dulu. Kita di pemerintahan. Dua kali menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu.(Net/Hen)